Chairil Anwar
AKU INI
BINATANG
JALANG
Koleksi Sajak 1942-1949
All rights reserved
© Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI, Jakarta, Maret 1986
ISBN: 978-979-22-7277-2
Tahun
Terbit :
2016
Cetakan :
Kedua puluh lima, Juni 2016
Tebal
Buku :
131 Halaman
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Maret 1943, Puisi ‘Aku’ oleh Chairil Anwar)
Aku Ini Binatang Jalang merupakan buku yang
berisi kumpulan puisi yang dibuat oleh penyair besar Indonesia yaitu Chairil
Anwar. Tak hanya kumpulan puisi dalam buku tersebut juga terdapat kumpulan
surat yang dikirim Chairil Anwar kepada H.B Jassin kritikus sastra yang turut
membesarkan nama Chairil Anwar dalam dunia sastra di
Indonesia. Chairil Anwar dikenal sebagai sastrawan pelopor Angkatan
45 melalui puisi-puisnya yang begitu kritis dan penuh dengan makna
tersirat. Dari larik-larik yang terdapat pada setiap puisi Chairil Anwar sangat
jelas menggambarkan vitalitas dan sisi lain kehidupannya yang tergambar yang
mungkin tidak bisa terhapus dari kehidupan berkesenian di negeri ini, yakni
kejalangannya. Sebagai ‘Binatang Jalang”-lah Chairil Anwar merupakan lambang
kesenimanan di Indonesia. Bukan Rustam Effendi, Sanusi Pane, atau
Amir Hamzah tetapi Chairil Anwar yang dianggap memiliki seperangkat ciri
seniman: tidak memiliki pekerjaan tetap, suka keluyuran, jorok, selalu
kekurangan uang, penyakitan, dan tingkah lakunya menjengkelkan. Sejumlah
anekdot telah lahir dari ciri ciri tersebut. Tampaknya masyarakat menganggap
bahwa seniman tidak berminat mengurus jasmaninya, dan lebih sering tergoda oleh
khayalannya; mungkin yang paling mirip dengan golongan “binatang jalang” ini
adalah orang sakit jiwa.
Salah satu puisi Chairil Anwar yang hingga
kini digandrungi oleh masyarakat Indonesia adalah puisi “Aku”, dari puisi
tersebut ia seolah menceritakan bahwa dirinya ingin hidup seribu tahun lagi.
Namun hal itu justru tidak sesuai dengan espektasinya dikarenakan Chairil Anwar
meninggal dalam usia yang masih sangat muda yaitu 27 tahun. Puisi tersebut
ditulis enam tahun sebelum ia meninggal dunia. Jasadnya dimakamkan di Karet,
yang disebutnya sebagai “daerah y.a.d.” dalam “ Yang Terampas dan Yang Putus”
sajak yang ditulisnya beberapa waktu menjelang kematiannya pada tahun 1949.
Meskipun saat ini Chairil Anwar telah tiada
namun sajak-sajaknya yang begitu indah masih hidup ditengah-tengah masyarakat
Indonesia. Dalam hidupnya yang singkat, Chairil Anwar telah menghasilkan puisi
yang akan terus hidup seribu tahun lagi. Source