Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Box Download


Judul : Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal 
Pengarang : Adian Husaini 
Penerbit : Gema Insani 
Kota Terbit : Jakarta Tahun 
Terbit : 2005 
Cetakan : Pertama 
Tebal Buku : 415 halaman 
Tema : Sejarah Ideologi Resensator : Nur Fadlan Kekerasan politik adalah sebab dari lahirnya sebuah ideologi. 
    Gereja menjadi pusat perhatian utama dalam kajian Peradaban Barat. Hegemoni yang pernah dilakukan oleh Gereja sempat menggores hampir semua dataran Eropa dan menjarah ke sekian bagian di daratan di dunia. Hegemoni ini pernah menjadi masa yang paling menakutkan dalam perjalanan sejarah Eropa. Dalam beberapa peristiwa sejarah, Inquisisi misalnya; pernah menjadi terminologi menakutkan bagi bangsa Eropa saat mereka terbayangi oleh siksaan yang begitu kejam dan dalam waktu yang lama. Dalam beberapa catatan Lewis, sejarah Kekristenan pada dasarnya diwarnai dengan perpecahan (skisma) dan kekafiran (heresy). Hal ini, dapat disaksikan dalam konflik besar yang terjadi pada Gereja Konstantinopel, Antioch dan Alexandria. Sejarah juga mencatat konflik yang terjadi antara Konstantinopel dengan Roma antara Katholik dan Protestan serta antara berbagai sekte dalam Kristen. Dalam perjalanan Western Civilization, Barat pernah melewati fase the dark ages. Fase ini dimulai sejak Imperium Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M hingga pada akhirnya Gereja muncul menjadi institusi yang dominan di Eropa. 
    Sebelumnya, Kristen mengalami penindasan yang panjang dari Imperium Romawi, hingga pada akhirnya Kristen mendapat sambutan hangat dari Kaisar Konstantine pada tahun 313 M dengan dikeluarkannya Edict of Milan. Dahsyatnya lagi, kesuksesan Kristen mendapat apresiasi yang sangat luar biasa, sehingga pada tahun 392 M dikeluarkanlah Edict ofTheodosius, yaitu Kristen sebagai state religion dari Roman Empire. Pada waktu itu Gereja merupakan satu-satunya institusi yang memberikan alternatif konstuksi kehidupan. Hingga akhirnya, sambutan masyarakat terhadap Kristen potitif dan pengaruh Kristen menyebar pesat, membentang dari Italia sampai Irlandia. Di samping kesuksesan dalam menarik simpati masyarakat, Kristen juga menggunakan adopsi tata administrasi seperti yang dilakukan oleh Romawi. Seperti yang pernah disuarakan Paus Gregory I (590-604) M. Beliau menganjurkan dan menggunakan metode administrasi Romawi untuk mengelola kekayaan Gereja di Itali, Sicilia, Sardinia, Gaul. Tidak hanya berhenti sampai disitu, pihak Gereja pun mengirimkan misionaris ke Inggris untuk melakukan Anglo Saxons serta menjalin aliansi dengan Pippin raja Prancis. Tahun 1077 M Raja Henry IV takluk kepada Paus Gregory VII dengan awal masalah pengangkatan Paus. Dari sini pengaruh Paus semakin menguat apalagi tahun 1091 M. Aksi yang dilakukan oleh Gereja ternyata juga membuka citra keperkasaan Kristen. Misalnya, Count Roger berhasil merebut Sicily yang sebelumnya dikuasai oleh kaum Muslim. Dan juga pada tahun 1085 M, Kristen Spanyol membantu tentara Perancis dalam mempertahankan Toledo. Adian Husaini membuat tiga klasifikasi besar dalam penyusunan buku ini. Klasifikasi pertama, Adian mewacanakan dan melengkapi sintesisnya dengan beberapa data penunjang. 
    Dalam klasifikasi ini, problematika Peradaban Barat dikaji secara mendalam dengan pendekatan historis-analisis. Barat dianggap olehnya sebagai peradaban yang tidak memiliki cita-cita panjang. Globalisasi dan Westernisasi dianggap sebagai kebingungan ideologi. Ideologi yang tidak jelas. Beliau pun mengidentifikasi mengapa Barat menjadi Sekuler-Liberat? Disini, tepatnya di bab I sub bab II oleh Adian ada beberapa hal yang melatar belakangi kenapa wordview Sekuler-Liberal dipilih menjadi jalan hidup. Beliau menyebutkan tiga sebab kenapa Barat menjadi Sekuler-Liberal. Oleh Adian disebutkan, pertama, problem Sejarah Kristen. Sub bab ini, dibahas panjang lebar tentang catatan buruk Kristen dalam perjalanan sejarah hegemoninya. Yang kedua, Problem Teks Bible. Adian menjelaskan sangat gamblang betapa bermasalahnya Teks yang mereka anggap sebagai kitab suci mengalami perbedaan versi yang begitu beragam. Akibatnya corak intepretasi yang dimiliki oleh Kristian begitu berbeda-beda. Yang ketiga, Problem Teologi Kristen. Di sini, dianggap sebagai salah satu muara kenapa ideologi Sekuler-Liberal dipilih Barat sebagai pandangan hidup. Pandangan Lewis dan Leeuwen merupakan babak baru dimana pemisahan antara otoritas Gereja dengan kerajaan. Di samping itu juga, oleh Chadwick bahwa liberal adalah free from restraint, the liberal state, must be the secular state. Dalam bab ke dua, seorang Adian mencoba meraba-raba perspektif Islam dalam melihat keadaan Peradaban Barat. Tokoh-tokoh pengusung dan penyebar ideologi Barat dikaji secara mendalam dengan harapan menawarkan wordview versi Islam. Ada beberapa ketidak beresan dalam konsep-konsep Bernard Lewis, ini di telusuri Adian dan dicarikan titik temunya. Tidak hanya itu, seorang Adian juga mencoba mengangkat ke permukaan lagi beberapa cetak biru stigma Eropa atas Islam. Misalnya, tentang Islam dianggap mitologi, Islamofobia, Terorisme, Fundamentalisme serta Islam-Barat: A Permanent Confrontation. Di sini penulis buku mencoba mencari titik terang. 
    Apa sebenarnya maksud dari terminologi itu? Dalam dua bab awal, Adian sangat luar biasa dalam penyelaman terhadap beberapa roblematika Peradaban Barat. Dan bisa dikatakan buku yang berjudul Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal, layak menjadi cermin dalam melihat keadaan Peradaban Barat. Tidak hanya itu, buku ini patut juga untuk menjadi referensi akademis karena pada hakikatnya kebanyakan data yang di tulis Adian Husaini tersusun secara sintematis-ilmiah. Menggunakan sekian literatus primer dan sekunder untuk memetakan Peradaban Barat. Ini sangat menarik karena seorang Adian mencoba mengelola sekian data sejarah menjadi data yang ia butuhkan dan memperkuat sintesisnya, setelah melewati proses tesis dan antitesis. Akan tetapi, bab ketiga seorang Adian mencoba menggunakan analisis-exsploratif setelah membahas panjang lebar tentang keadaan sebenarnya Peradaban Barat yang sangat kering dari spiritual. Hal ini, yang mengakibatkan buku ini terkesan terlalu panas untuk dimasuki pelaku Peradaban Barat. Misalnya, Adian secara frontal menjelaskan beberapa studi kasus yang dianggap gagal dalam tata peradaban. Pertama, Eksperimen Sekulerisme: Kasus Turki. Hal ni seharusnya tidak perlu penyebutan secara mendalam. Karena beberapa dekade terakhir sosok konseptor tata politik Islam Pakistan, Sir Muhamad Iqbal dan Abu Ala al-Maududi mengisukan Islamisasi dan sampai sekarang ideologi Pakistan masih Sekuler. Mungkin kita sepakat, bahwa Islam itu bukan brand (merek), Islam adalah tata nilai yang bisa masuk dalam setiap lini kehidupan. Sehingga ketika Adian menyebutkan “Eksperimen Sekulerisme: Kasus Turki”, ini terlalu frontal. Kalau kita bisa melakukan pendekatan secara lembut dan halus kenapa harus memilih yang frontal. Di titik ini, Adian kurang signifikan. Yang kedua, Invasi Barat dalam Pemikiran: Hermeneutika dan Studi Al-Qur’an. 
    Terma Hemeneutika dikatakan Adian bukan dari tradisi Islam mungkin sebagian besar dari muslimin sepakat. Akan tetapi, pengambilan sampel Nasr Hamid Abu Zayd yang mengatakan Al-Qur’an sebagai produk budaya tidak perlu dibunuh dalam kekalahan dialektika. Adian Husaini seharusnya mengunakan pendekatan komparatif-eksploratif-non skeptis. Dengan harapan sosok Nasr Hamid bu Zayd beserta proyek pemikirannya berbenturan dengan sekian banyak konsepsi yang sudah ada sejak dulu. Kalau konsep Nasr Hamid Abu Zayd itu lemah, tidak perlu menggunakan pendekatan skeptis untuk mengalahkannya. Cukup dengan komparatif-eksploratif, di sini Adian Husaini terkesan berlebihan. Yang ketiga, Invasi Barat dalam Pemikiran Islam: Pluralisme Agama. Di sini ada beberapa simpul menarik. Karena Adian mencoba membaca lintas paradigma. Yaitu tentang defenisi Islam menurut Al-Attas dan W.C. Smith. Menariknya, dalam deskripsi Adian tentang Islam menurut Al-Attas dan W.C. Smith. Pembaca dibiarkan membaca sendiri dengan bahasa yang tidak propokatif, karena sub bab ini disampaikan dengan tidak persuasif. Di samping itu, Adian juga menyertakan beberapa perjalanan singkat konflik Islam-Kristen yang ada di Indonesia. Ini menarik, sekedar untuk dijadikan pengingat masa lalu dan seharusnya tidak terulang lagi. Demikianlah bebera kelebihan dan kelemahan buku Adian Husaini yang berjudul Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. Benang merah dari buku ini sebenarnya sedikit banyak seperti statemen Muhammad Asad (Leopold Weiss). Beliau mencatat bahwa Peradaban Barat hanya mengikuti tuntutan ekonomi, social dan kebangsaan. Mereka mewarisi watak Romawi Kuno dalam berkuasa serta menawarkan konsep keadilan ala Romawi. Padahal, konsep itu hanyalah representatif untuk bangsa Romawi saja dan saat itu. Wallah a’lam bi al-showab.

Setelah generasi sahabat nabi usai, berdirilah sosok-sosok cahaya lainnya dalam baris sejarah kemanusiaan, merekalah para tabi’in, buku ini menceritakan 101 kisah tabiin, sekolompok manusia yang menyediakan jiwa-jiwa mereka untuk menjadi ladang persemaian warisan Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sejarah Islam mewariskan begitu banyak teladan bercahaya pada peradaban manusia ini. Ada Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang semakin dilecehkan di Timur maupun di Barat, semakin gemerlap kilau cahaya kemuliaannya. Ada sosok-sosok mulia seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Mu’awiyah, Bilal dan Abu Dzar – semoga Allah meridhai mereka semua-, yang juga berlomba meneladani Sang Guru mereka,lalu menyisakan keteladanan terbaik dalam berlakon sebagai manusia. Setelah sukses dengan 101 Sahabat Nabi, Hepi Andi Bastoni kembali untuk menghadirkan 101 kisah tabiin ini untuk anda. Dalam buku ini, penulis ingin mengajak Anda untuk bertamasya dan menikmati keteladanan generasi terbaik setelah pada sahabat Nabi ini. Semoga Anda menikmati tamasya ini, dan selamat meneladani pada tabi’in ! Salah satu kisah kisahnya : Kisah Rabi’ah ar-Ra’yi Rah.a (Tabi’in) ”Manakah yang lebih baik dan kau sukai antara uang 30.000 dinar atau ilmu dan kehormatan yang telah dicapai putramu?”(Ummu Rabi’ah) Rabi’ bin Ziyad al-Haritsi adalah gubernur khurasan, pembebas Sajistan dan seorang panglima pemberani. Setelah berhasil membebaskan negeri Sajistan, Rabi’ bin Ziyad bermaksud menyempurnakan kemenangannya dengan menaklukan negeri dibelakang sungai Seyhun. Kali ini ia didampingi seorang anak buahnya bernama Farukh. Atas izin Allah, Rabi’ bin Ziyad dan pasukannya berhasil memenangkan pertempuran. Namun dua tahun setelah keberhasilannya itu, maut menjemputnya. Dia kembali kepada Allah dengan tenang. Adapun Farukh, kembali ke madinah, dalam usia yang masih muda sekitar 30 tahun. Ia membeli sebuah rumah yang sangat sederhana dan menikah dengan seorang gadis pilihannya. Ia merasakan kebahagiaan yang selama ini diimpikannya. Rumah tinggal yang nyaman dan istri yang shalihah. Namun, semua itu tak mampu meredam kerinduannya untuk berjihad di jalan Allah. Suatu hari, seorang khatib jum’at memberi kabar gembira tentang berbagai kemenangan yang diraih kaum muslimin. Ia mendorong para jama’ah untuk terus melanjutkan perjuangannya. Dengan semangat tinggi, Farukh bergabung dengan pasukan perang yang akan berangkat. Saat itu istrinya sedang hamil tua. Ia hanya meninggalkan uang 30.000 dinar.”Pergunakanlah secukupnya untuk keperluanmu dan bayi kita nanti kalau sudah lahir,”ujarnya seraya berpamitan. Beberapa bulan setelah keberangkatan Farukh, istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki tampan. Sang ibu menyambutnya penuh bahagia sehingga melupakan perpisahannya dengan suaminya. Bayi laki-laki itu diberi nama Rabi’ah Begitu menginjak dewasa, Rabi’ah diserahkan kepada beberapa guru untuk diajarkan ilmu agama dan akhlak. Untuk itu, sang ibu memberikan imbalan yang memadai dan hadiah bagi guru-guru itu. Setiap kali ia melihat ada kemajuan ilmu putranya, setiap kali pula ia menambahkan hadiah untuk pengajar Rabi’ah. Rabi’ah terus menimbah berbagai ilmu pengetahuan. Ia tidak bosan-bosan belajar dan menghafal apa yang diberikan gurunya. Akhirnya, ia menjadi seorang yang alim yang pandai dan terkenal. Sampai akhirnya terjadilah sebuah peristiwa yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Malam terang dimusim panas. Seorang prajurit tua berjalan memasuki Madinah. Usianya hampir 60 tahun, tapi langkahnya masih tegap dan mantap. Dia menyusuri lorong-lorong menuju sebuah rumah. Dalam benaknya bergejolak berbagai pertanyaan. Apakah yang sedang dilakukan istrinya dirumah? Apakah anaknya sudah lahir? Laki-lakikah atau perempuan? Dijalan-jalan masih terlihat orang lalu-lalang. Namun tak seorang pun yang memperdulikannya. Ia memandang sekeliling.”Ah, ternyata telah banyak perubahan,”gumamnya. Tiba-tiba, tanpa disadari ia telah berada didepan sebuah pintu yang terbuka. Spontan ia menyeruak masuk. Seorang pemuda, pemilik rumah yang mengetahui seorang laki-laki tua menyandang senjata masuk kerumahnya tanpa permisi segera melompat menghadang. Para tetangga yang mendengar keributan itu segera berdatangan. Termasuk seorang ibu tua yang sedang tidur terbangun. Melihat siapa yang datang, ibu tua itu segera sadar dan berteriak,” Rabi’ah, lepaskan!Dia ayahmu. Wahai Abu Abdurrahman, dia anakmu. Jantung hatimu,” Mendengar seruan itu, keduanya segera berdiri. Hampir tak percaya mereka berpelukan, melepaskan rindu. Mereka benar-benar tak menyangka pertemuan itu akan berlangsung begitu rupa. Kini Farukh duduk bersama istrinya. Dia menuturkan segala pengalamannya selama dimedan jihad. Namun, dalam hati, istrinya tidak bisa tenang karena bingung menjelaskan pengeluaran uang yang ditinggalkan suaminya sebelum berangkat.”Bagaimana aku menjelaskannya? Apakah suamiku akan percaya kalau uang sebesar 30.000 dinar itu habis untuk biaya pendidikan anaknya?”ujar sang istri dalam hati. Dalam keadaan bingung begitu, tiba-tiba Farukh berkata,”Wahai istriku, aku membawa uang 4000 dinar. Gabungkan dengan uang yang kutinggalkan dulu.” Sang istri semakin bingung. Ia diam tak menjawab ucapan suaminya. “Lekaslah, mana uang itu? Tanya Farukh lagi. Dengan wajah agak pucat dan bibir bergetar, istrinya menjawab,”uang itu kuletakkan ditempat yang aman. Beberapa hari lagi akan kuambil. InsyaAllah.” Adzan Shubuh tiba-tiba berkumandang. Istrinya menarik napas lega. Farukh bergegas berwudhu’,lalu keluar sambil bertanya,”mana Rabi’ah? “Dia sudah berangkat lebih dahulu ke masjid?”jawab istrinya. Setibanya dimasjid, ruangan sudah penuh. Para jama’ah mengelilingi seorang guru yang sedang mengajar mereka.Farukh berusaha melihat wajah guru itu, namun tidak berhasil karena padatnya jamaah. Ia terheran-heran melihat ketekunan mereka mengikuti majelis syaikh tersebut. “Siapakah dia sebenarnya? Tanya Farukh kepada salah seorang jamaah. “Orang yang engkau lihat itu adalah seorang alim besar. Majelisnya dihadiri oleh Malik bin Anas, Sufyan ats-Tsauri, Laits bin Sa’ad, dan lainnya. Disamping itu, dia sangat dermawan dan bijaksana. Dia mengajar dan mengharapkan ridha Allah semata,”jawab orang itu. “Siapakah namanya?”tanya Farukh. “Rabi’ah ar-Ra’yi.” “Rabi’ah ar-Ra’yi.?” Tanya Farukh keheranan. “Benar.” “Dari manakah dia berasal?” “Dia putra Farukh, Abu Abdurrahman. Dia dilahirkan tak lama setelah ayahnya meninggalkan Madinah sebagai Mujahid fi sabilillah. Ibunyalah yang membesarkan dan mendidiknya,”orang itu menjelaskan. Tanpa terasa air mata Farukh menetes karena gembira. Ketika kembali kerumah ia segera menemui istrinya. Melihat suaminya menangis, sang istri bertanya,”ada apa , wahai Abu Abdurrahman?” “Tidak apa-apa. Saya melihat Rabi’ah berada dalam kedudukan dan kehormatan yang tinggi yang tidak kulihat pada orang lain,”jawab Farukh. Ibu Rabi’ah melihat hal itu sebagai kesempatan untuk menjelaskan amanat suaminya berupa uang 30.000 dinar. Ia segera berkata, ”Manakah yang lebih baik dan kau sukai antara uang 30.000 dinar atau ilmu dan kehormatan yang telah dicapai putramu?” “Demi Allah, inilah yang lebih kusukai daripada dunia dan segala isinya,”Jawab Farukh. “Ketahuilah suamiku. Aku telah menghabiskan semua harta yang engkau amanatkan untuk biaya pendidikan putra kita. Apakah engkau rela dengan apa yang telah kulakukan? Tanya ibu Rabi’ah. “Aku rela dan berterima kasih atas namaku dan nama seluruh kaum muslimin,”jawab Farukh gembira.

Download Vanitas no Karte Batch Subtitle Indonesia

  
  Jangan salah paham, ini sama sekali bukan buku propaganda ajakan merokok. Buku dengan judul lengkap ‘Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek’ ini, hanyalah semacam jendela kecil untuk mengintip kondisi riil Indonesia. Negeri ini ajang makan gratis kepentingan-kepentingan ekonomi global. Puluhan korporasi asing berpesta pora di sini. Dua di antara senjatanya adalah regulasi yang mereka titipkan pada pemerintah yang lemah, dan gempuran propaganda berkedok isu-isu mulia. 
 Gambaran kondisi Indonesia sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, jelas merupakan gambaran makro. Dari kasus per kasus, buku Membunuh Indonesia menyajikan beberapa contoh. Misalnya bagaimana pertanian dan industri kopra di Indonesia hancur lebur karena kampanye Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, yang menyebut bahwa minyak tropis sangat berbahaya dan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah. Padahal ujungnya ketahuan, bahwa ternyata Amerika melemparkan produk minyak nabati ke pasar yang sebelumnya dikuasai ‘minyak tropis’, dimana salah satu penguasa pasarnya adalah Indonesia. Saat riset terbaru menemukan VCO (virgin coconut oil) dan membuktikan minyak tropis justru memiliki efek penyembuh, pertanian dan industri kopra Indonesia sudah telanjur remuk, tak mampu bangun lagi. Contoh lain juga ditampilkan, yakni industri garam dan gula. 
    Nah, industri kretek kini yang ketiban gilirannya. Dalam buku Membunuh Indonesia, lebih lanjut dipaparkan tentang sejarah kretek, peran kretek dalam kehidupan berbudaya di Nusantara, juga betapa signifikannya andil industri kretek dalam struktur ekonomi Indonesia.

Detail Buku:
Judul: Demokrasi Madinah Model Demokrasi Cara Rasulullah
Editor: Mohammad Shoelhi
Penerbit: Republika, 2003
ISBN: 979-3210-12-5
Bahasa: Indonesia
Jumlah halaman: 130 halaman
Jenis File: PDF
Besar file: 1,70Mb
Review: Goodreads
Deskripsi:
    Umat Islam boleh berbangga karena dunia pertama kali mengenal undang-undang dasar (konstitusi) tertulis dari Dunia Islam. Konstitusi tersebut dirancang oleh pe- negak Islam, Muhammad Rasulullah, dan dikenal luas sebagai Piagam Madinah. Semenjak itu hingga pada zaman modern sekarang, substansi Piagam Madinah telah menjadi spirit bagi pentingnya keberadaan konstitusi sebuah negara.
    Keberadaan Piagam Madinah yang monumental itu telah diakui para ahli sejarah baik dari Barat maupun dari Timur. Sejarawan Montgomery Watt menamainya The Constitution of Medina, R.A. Nicholson menyebutnya Charter, Philip K. Hitti menyebutnya sebagai Agreement, Zainal Abidin Ahmad sebagai Piagam dan Majid Khaduri menamainya Treaty.
Piagam Madinah telah menjadi bukti bahwa sebuah tatanan negara atau tatanan hubungan antar-kelompok masyarakat dalam tingkatan apapun membutuhkan adanya sebuah perjanjian atau kesepakatan atau konstitusi yang harus dipatuhi bersama. Tanpa adanya konstitusi, kehidupan bernegara dan bermasyarakat tidak akan teratur. Dalam realitas empiris, seperti dialami oleh sejumlah negara, bahwa untuk mengatur kehidupan masyarakat yang plural selama ini diakui tidak mudah. Namun, menurut catatan sejarah, masyarakat Madinah yang plural dengan berbagai keyakinan dan tradisi yang heterogen itu dapat hidup aman, tertib, teratur dan sejahtera di bawah naungan Piagam Madinah. Lebih jauh lagi, piagam ini mengatur hak dan kewajiban serta sistem hubungan antara pemimpin dan yang dipim pin, antara negara dan rakyat, serta cara penyelesaian konflik­vertikal­dan­horisontal.     
Sayang, wacana tentang Piagam Madinah selama ini kurang banyak diminati, hal ini barangkali   disebabkan oleh terbatasnya data dan informasi tentang Piagam Madinah, selain pukasinya juga sangat terbatas. Oleh karena itu, buku ini diterbitkan sebagai upaya untuk memperbanyak informasi tentang Piagam Madinah agar khalayak luas dapat mengetahuinya. Memang dirasakan ada kebutuhan informasi semacam ini, terlebih ketika masyarakat sibuk kembali mempersoalkan keberadaan konstitusi kita.
    Informasi yang disajikan dalam buku ini berasal dari artikel yang pernah diterbitkan oleh harian umum Republika. Penyajian informasi tersebut dalam bentuk buku dirasakan dapat memberikan manfaat lebih besar karena dengan secara demikian masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang lebih utuh..

-
Detail Buku :
99 FENOMENA MENAKJUBKAN DALAM AL-QURAN
© Nurul Maghirah, 2015
Diterbitkan oleh Penerbit Mizania
PT Mizan Pustaka
Anggota IKAPI
ISBN: 978-602-1337-61-5
Prakata Admin :
Semua aspek kediupan telah tercatat di lauh mahfudz, dan bagaimana tidak semuanya telah dijelaskan dalam Al-Qur'an, kitab yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril As. 
Namu, setiap ayat yang di turunkan tak pernah tidak pasti mengandung sebuah sebab turunnya, yakni sebab turun ayat yang di sebut Asbabu Nuzul dan setiap sebab turun nya ayat pasti menceritakan sebuah penomena yang luar biasa yang tak bisa dicerna oleh akal semata, namun perlu dengan sebuah keimanan. 
Pada buku 99 Fenomena Dalam Al-Qur'an ini, di ceritakan bagaimana Allah menceritakan melalui ayat-ayat nya fenomena yang menakjubkan untuk Ibrah bagi kita manusia selaku khalifah dimuka bumi.



Tulis Judul yang SEO Friendly
Al-Milal Wa Al-Nihal
After the Apostle died, of course the revelation given by the Angel Gabriel was completed, as there was no last Prophet other than Prophet Muhammad.

The death of the Prophet left a deep sadness for the Muslims especially the Prophet's friends from Abu Bakr As-Shidiq, Umar Ibn Khattab, Ustman Bin 'Affan,' Ali Ibn Abi Talib even we know Bilal's companions left Mecca because they could not there is a Prophet. Bilal, who was only a servant of the Sahaya before his freedom, had declared the Islamic treatise on Islam brought by his beloved Prophet. Bilal left Mecca because every place he visited reminded the beloved Prophet.
In contrast to the companions still living in Mecca, they were placed in a position where they had to choose a leader (Caliph at that time) as their successor after the Apostle's departure. And to the companions of Abu Bakr RA since he was the Prophet's father-in-law, he was the most celebrated because of his faith above anyone else, the title of As-Shidiq was attached to when the Apostles in Isra'el and Mi'rajkan, which the entire people of Mecca explained makes sense, in contrast to Abu Bakr who believed in everything that the Messenger carried including Isra 'Mi'raj.
After Abu Bakr, the Caliphate was handed over to Umar Ibn Khattab's friend, Ustman Ibn 'Affan, and to Ali Ibn Abi Talib.
However, who would have thought that at the end of Ali's caliphate stood the caliphate who had a long history of Islam all over the world. Islam after the caliphate of Ali replaced the Umayyad dynasty. Yes, the Umayyad is one of the Prophet's companions
This Umayyad dynasty dates back to the time of the shiffin war and the tahkim period, during which Ali was abducted by Mua'wiyyah Ibn Abi Sufyan who wanted to seize power. Thus, it was during this period that the various religions, theology in Islam, emerged.
But later in Islam beginning with the Mu'awiyyah rebellion against Ali, as we know Ali's supporters in Shi'ite, and his defectors are referred to as Khawarij, Khawarij is a plural form of the word Kharij which means outsiders, Khawarij are the ones who come out from supporting Ali. Mu'tazilah, Qodariyah, Jabbariah and others appeared at this time.
The complete history of the above tragedy can be read in the Book of Al-Milal Wa Wa An-Nihal.
However, we have the book translated and downloadable like the Cover Book example above. The book entitled Al-Milal Wa Wa An-Nihal can be downloaded below. 


Tulis Judul yang SEO Friendly
COVER


DETAIL BUKU :
Judul buku          : Anak-Anak Revolusi (Buku I)
Penulis                : Budiman Sudjatmiko
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Halaman             : xv + 473 hal, cet 1, 2013
ISBN                   : 978-979-22-9943-4
RESENSI :
Layaknya sebuah perjalanan, selalu ada titik awal dimana perjalanan itu dimulai. Barangkali titik akhirnya belum diketahui pasti, tetapi ada masa-masa dalam garis (kumpulan titik) kehidupan yang dicetak tebal oleh anak manusia dan dianggap sebagai penanda titik balik kehidupannya. Demikian pula buku autobiografi salah satu tokoh politik muda Indonesia, Budiman Sudajtmiko, ini mencoba hadir tidak saja sebagai bentuk perlawanan terhadap amnesia sejarah, tetapi juga sebagai catatan perjalanan seorang anak manusia yang entah kebetulan atau  sengaja menceburkan dirinya dalam pusaran gerakan politik yang kemudian turut menumbangkan rezim orde baru.  
Sebagai biografi yang dikemas bak sebuah novel sejarah, buku ini telah berhasil memikat pembaca dengan gaya tutur penulisnya yang mengalir lancar dan mudah dicerna. Wawasan penulisnya yang demikian luas menjadikan setiap plot cerita yang diangkat tidak monoton dan membosankan. Budiman juga dengan lihai menyelipkan cerita di dalam cerita, sehingga membaca lembar demi lembar buku ini serasa dibawa ke dalam labirin pengalaman, perasaan dan intelektualitas seorang Budiman Sudjatmiko yang mungkin tidak banyak orang tahu. Stempel "kiri", pemberontak, antek komunis, dan pembangkang yang dilekatkan demikian erat oleh rezim Orde Baru, baik terhadap pribadinya maupun organisasi politiknya saat itu (PRD), akan luntur manakala kita tahu bagaimana perjalanan dari masa kecil, remaja hingga keputusan-keputusan politik dan personalnya itu diambil. Selalu ada sebab sebelum akibat. 
Dengan alur mundur, buku pertama ini setidaknya terbagi ke dalam tiga narasi besar, yaitu catatan dalam “peristiwa 27 Juli” hingga masa-masa persidangan di pengadilan, masa kecil hingga remaja dari tokoh utamanya dan - yang cukup menarik - adalah kisah asmara sang tokoh yang “platonis” dan sang tokoh digambarkan sebagai sosok lelaki yang “hampir terlambat untuk dicintai seorang perempuan”. Kegalauan seorang aktivis pergerakan diantara perjuangan dan pengkhianatan yang silih berganti, ditambah dengan deskripsi empiris tentang kekejaman rezim otoriter serta bumbu kisah percintaan yang sedikit tetapi mengena, menjadikan buku ini layak dan wajib dibaca untuk generasi muda yang senantiasa berada di persimpangan pilihan. Berjuang untuk sesuatu yang engkau yakini benar, mungkin akan menuntunmu pada kekalahan yang sangat pahit, tapi tak lama kemudian kemenangan besar akan engkau raih jika terus konsisten pada jalan dan pilihan itu, demikian kira-kira pesan tersirat dari buku ini.

Memang banyak buku-buku legendaris dari kalangan aktivis muda yang pernah terbit sebelumnya, sebutlah “catatan harian seorang demonstran”-nya Soe Hok Gie atau “pengadilan Hariman Siregar” yang selalu bisa memberikan perspektif lain dari yang ditawarkan oleh penguasa. Buku ini juga memiliki kekuatan yang sama untuk mengajak kita melihat suatu peristiwa politik dari spektrum yang berbeda. Namun demikian, setiap jaman memiliki tantangannya masing-masing. Setiap era membutuhkan jalan keluar dari masalah-masalah spesifik yang dihadapinya. Walaupun demikian, sejarah tetaplah menjadi guru terbaik yang tidak pernah mengeluh walaupun ia dilupakan. Lewat buku ini kita juga diajak untuk belajar dari kisah perjalanan hidup orang-orang besar yang tentu saja adalah idola dari penulisnya. Meskipun dalam beberapa penuturan terkesan sangat teoritis dan cenderung seperti perkuliahan pengantar sosiologi, tetapi memang tidak ada pilihan lain dari penulisnya selain mengutip gagasan-gagasan besar para tokoh itu, bukan saja sebagai pengetahuan tetapi lebih dari itu untuk membangkitkan kesadaran kita sebagai pewaris sah tanah air dan republik ini agar terus bergerak dan tetap progresif dalam merawat serta mendewasakan demokrasi. Source
 

Tulis Judul yang SEO Friendly
COVER
TENTANG BUKU :
Judul Buku                   : Anak Semua Bangsa
Nama Pengarang         : Pramoedya Ananta Toer
Cetakan                        : 13, September 2011
Penerbit                        : Lentera Dipantara
Halaman                       : 539 halaman
Riwayat Pengarang     : Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara: 3 tahun dalam penjara Kolonial, setahun di Orde Lama, dan 14 tahun yang melelahkan di Orde Baru, tanpa proses pengadilan. Pada 21 Desember 1979, Pramoedya akhirnya mendapat surat pembebasan secara hukum. Selama dipenjara, Pramoedya berhasil menulis Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar tidak menyulutkan semangatnya. Dari tangannya, telah terlahir lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Namanya berkali-kali masuk daftar Kandidat Pemenang Nobel Sastra. Source
Synopsis:
     Sepeninggal Anelies ke Belanda, Minke meyerahkan cincin emas hadiah perkawinan dari Robert Suurhof ke polisi. Berita kematian Annelies melalui surat Jan Dapperste membuat Minke dan Nyai Ontosoroh berkabung. Meskipun begitu, mereka saling membantu melewati masa sulit. Hubungan Minke – Jean – Kommer sempat renggang karena Minke menolak menulis artikel dalam bahasa Melayu. Selain itu, Minke sakit hati dituduh tak mengenal bangsanya sendiri. Nyai mengajak Minke berkunjung ke Tulangan, Sidoarjo untuk berlibur dan membuka wawasan.
Selama di Tulangan, Minke bertemu Surati, keponakan Nyai Ontosoroh dan Trunodongso, pemilik kebun tebu. Minke mendapat cerita penderitaan segelintir bangsanya akibat kekejaman Belanda yang ia anggap sebagai masterpiece. Namun, Nijman tak mau menerbitkan tulisan Minke. Minke sakit hati, bertekad  melanjutkan sekolah, dan meninggalkan profesinya sebagai freelance penulis kolom koran. Atas bantuan Herbert de la Croix, Minke diterima di sekolah kedokteran, Stovia Betawi. Namun takdir berkata lain. Dia harus menghadapi sidang berturut-turut: kasus kematian Herman Mellema dengan terdakwa Babah Ah Tjong dan pencurian perhiasan dengan terdakwa Robert Suurhof. Akibatnya, Minke tak dapat mengikuti tahun ajaran baru di Stovia. Dia tetap tinggal di Wonokromo dan membantu Nyai Ontosoroh menghadapi Maurits Mellema sepeninggal Annelies dan Robert Mellema. Source
 
DATA BUKU
Judul: Bahtera Sebelum Nabi Nuh
Penulis: Dr. Irving Finkel
Penerjemah: Isma B. Koesalamwardi
Editor: Adi Toha
Penyelia: Chaerul Arif
ProofReader: Arif Syarwani
Tata letak isi: Alesya E. Susanti
Desain cover: Ujang Prayana
Penerbit: Alvabet
Genre: Sejarah
Cetakan: I, Desember 2014
Ukuran: 15 x 23 cm
Tebal: 482 halaman
ISBN: 978-602-9193-57-2
SINOPSIS
Kisah bencana banjir dan bahtera Nabi Nuh termuat dalam al-Quran, Taurat, maupun Injil. Cerita ini diyakini merupakan tragedi bencana banjir pertama dalam sejarah. Namun, seorang ahli di British Museum, Dr. Irving Finkel, mengungkapkan simbol-simbol misterius pada sepotong tablet kuno dari tanah liat yang berusia lebih dari 4.000 tahun, dan memungkinkan munculnya penafsiran baru secara radikal tentang mitos bahtera Nabi Nuh.
Cerita detektif memikat ala Dr. Finkel ini bermula ketika pada 2008 ia menemukan tablet persegi panjang seukuran tangan beraksara Babilonia, yang diyakini sebagai dokumen pertama ciptaan nenek moyang manusia. Tablet yang diperkirakan dibuat pada 1850 SM ini merupakan salinan dari Riwayat Banjir Babilonia, sebuah mitos Mesopotamia kuno yang mengungkap antara lain instruksi pembuatan perahu besar untuk bertahan hidup dari bencana banjir.
Tetapi, pekerjaan awal Dr. Finkel tidak berhenti hanya di situ. Melalui serentetan penemuan lain yang juga menakjubkan, ia mampu memecahkan kode misterius ihwal bencana banjir tersebut dengan cara pengungkapan yang tak terduga.
“Sangat detail, suatu investigasi yang hidup.... Brilian!”
—Literary Review
“Salah satu dokumen paling penting yang pernah ditemukan....”
—The Guardian
“Buku bertema serius, tetapi tidak berat: rasanya segar dan menarik. Buku ini mengubah cara kita membayangkan cerita Alkitab.”
—The Sunday Times
“Ilmiah dan mengasyikkan. … Masa lalu Timur Tengah kuno mungkin tampak misterius, namun buku ini menunjukkan relevansinya.”
—The Times
“Menyenangkan... buku yang berisi jawaban untuk pertanyaan besar.”
—Stephen Moss, The Guardian
PENULIS
Dr. Irving Finkel (lahir pada 1951) adalah arkeolog dan Assyriologis. Saat ini, ia bekerja sebagai Asisten Kurator naskah, bahasa, dan budaya Mesopotamia Kuno pada Departemen Timur Tengah, British Museum, London. Museum ini memiliki sangat banyak koleksi—sekitar 130 ribu koleksi. Finkel adalah kurator yang bertanggung jawab atas prasasti cuneiform pada tablet tanah liat warisan Mesopotamia Kuno.
Finkel meraih gelar Ph.D bidang Assyriologi dari University of Birmingham, dengan disertasi tentang mantra pengusir iblis ala Babylonia. Setamat studi doktoral, ia menghabiskan waktunya selama tiga tahun sebagai peneliti di University of Chicago Oriental Institute. Pada 1976, Finkel kembali ke Inggris, dan kemudian diangkat sebagai Asisten Kurator pada Departemen Western Asiatic Antiquities di British Museum. Selain itu, ia juga menjadi Anggota Kehormatan pada Institut Arkeologi dan Purbakala, University of Birmingham, serta Anggota Dewan Masyarakat Arkeologi Anglo-Israel.
Selain karyanya tentang tablet cuneiform, Finkel menulis sejumlah karya fiksi untuk orang dewasa dan anak-anak, dan mendirikan Great Diary Project, sebuah proyek untuk melestarikan buku harian orang biasa. Pada 2014, ia menemukan tablet cuneiform berisi narasi tentang bencana banjir besar yang mirip dengan kisah Bahtera Nabi Nuh. Penemuan ini kemudian menginspirasi dirinya untuk menulis buku fenomenal ini.

Detail Buku:
Judul                  : Atlas Sejarah Islam 
Penulis               : Dar al-ilm 
Penerbit             : Kaysa Media, 2011 
 ISBN                 : 978-979-1479-57-8 
 Bahasa               : Indonesia 
 Jumlah halaman: 166 halaman 
Deskripsi Buku : 
 Yang ada di hadapan Anda adalah kisah mengenai sejarah Arab dan Islam. Kami akan menjabarkan peristiwa-peristiwa penting pada periode tersebut, yang dimulai dari fajar Islam sampai berakhirnya Dinasti Abbasiyah akibat pembantaian orang-orang Mongol (Tartar) pada tahun 656 Hijriah/1258 Masehi. Di bagian pertama, paparan dimulai dengan sejarah Hijaz, tepat sebelum Islam tiba. Dilanjutkan dengan kelahiran  Nabi Muhammad SAW, kehidupan Beliau, risalahnya, saat hijrah, perang, dan surat-surat yang disampaikan kepada para penguasa. Setelah itu, kisah beralih ke periode Khulafa Rasyidin yang menjadi saksi tersebar luasnya Islam ke penjuru dunia yang belum pernah ada dalam sejarah umat manusia.
Detail Buku :
Judul Buku        : Ain Jalut: Melawan Mitos Hulagu – Dilengakapi dengan ensiklopedia mini sejarah Islam (Indonesia); Ain Jalut: Against the Myth of Hulagu (English)
Penulis               : Indra Gunawan
Genre                 : Sejarah-fiksi
Bahasa               : Indonesia
Penerbit             : PT. Elex Media Komputindo; Kompas Gramedia
ISBN                 : 978.602.02.3167.9
Deskripsi Buku :
Sekali lagi, Islam menyelamatkan peradaban manusia. Berkat Ain Jalut (3 September 1260), laju ekspansi Mongol tertahan, Eropa dan Afrika pun selamat dari terjangan barbar Mongol. Perang Ain Jalut adalah bukti sahih dari pergelutan antara hak dan batil, hingga tak berlebihan dianggap pertempuran paling bersejarah abad ketiga belas.
Bagi dunia Islam, Jenghis Khan, Hulagu Khan, dan Timur Lenk adalah momok legendaris yang mewakili ekspansi Mongol di negeri Islam. Dari ketiganya, Hulagu Khan yang juga cucu Jenghis Khan adalah yang paling dahsyat dan berpengaruh. Di masanya, wilayah seluas Turkistan (Transoxania), Iran, Irak, dan Syam (Levant) luluh lantak dihantam amukan laskarnya. Satu-satunya harapan tersisa hanyalah Mesir. Pasukan Muslimin dipimpin Sultan Saifuddin Qutuz berhasil mengalahkan pasukan Mongol di bawah Jenderal Kitbuqa, tangan kanan Hulagu Khan di lembah Ain Jalut, Palestina.
Novel sejarah Ain Jalut ini merupakan dwilogi dari The Downfall of The Dynasty; Khianat di Tanah Baghdad. Cerita memadukan tokoh sejarah dan tokoh fiksi yang berdiri sendiri. Tokoh fiksi bercerita kisah tiga pemuda (Said, Jakfar, dan Fadhil) yang akhirnya bergabung menjadi tentara muslimin di perang Ain Jalut. Di bagian akhir novel, ensiklopedi mini sejarah Islam (ensiklopedi dinasti, wilayah, dan tokoh), siap menjadi guide yang memandu pembaca akan kedalaman dan berharganya sejarah Islam.