DETAIL BUKU :
Judul
buku : Anak-Anak
Revolusi (Buku I)
Penulis :
Budiman Sudjatmiko
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Halaman :
xv + 473 hal, cet 1, 2013
ISBN :
978-979-22-9943-4
RESENSI :
Layaknya sebuah perjalanan,
selalu ada titik awal dimana perjalanan itu dimulai. Barangkali titik akhirnya
belum diketahui pasti, tetapi ada masa-masa dalam garis (kumpulan titik)
kehidupan yang dicetak tebal oleh anak manusia dan dianggap sebagai penanda
titik balik kehidupannya. Demikian pula buku autobiografi salah satu tokoh
politik muda Indonesia, Budiman Sudajtmiko, ini mencoba hadir tidak saja
sebagai bentuk perlawanan terhadap amnesia sejarah, tetapi juga sebagai catatan
perjalanan seorang anak manusia yang entah kebetulan atau sengaja
menceburkan dirinya dalam pusaran gerakan politik yang kemudian turut
menumbangkan rezim orde baru.
Sebagai biografi yang dikemas bak
sebuah novel sejarah, buku ini telah berhasil memikat pembaca dengan gaya tutur
penulisnya yang mengalir lancar dan mudah dicerna. Wawasan penulisnya yang
demikian luas menjadikan setiap plot cerita yang diangkat tidak monoton dan
membosankan. Budiman juga dengan lihai menyelipkan cerita di dalam cerita,
sehingga membaca lembar demi lembar buku ini serasa dibawa ke dalam labirin
pengalaman, perasaan dan intelektualitas seorang Budiman Sudjatmiko yang
mungkin tidak banyak orang tahu. Stempel "kiri", pemberontak, antek
komunis, dan pembangkang yang dilekatkan demikian erat oleh rezim Orde Baru,
baik terhadap pribadinya maupun organisasi politiknya saat itu (PRD), akan
luntur manakala kita tahu bagaimana perjalanan dari masa kecil, remaja hingga
keputusan-keputusan politik dan personalnya itu diambil. Selalu ada sebab
sebelum akibat.
Dengan alur mundur, buku pertama ini setidaknya terbagi ke dalam tiga narasi besar, yaitu catatan dalam “peristiwa 27 Juli” hingga masa-masa persidangan di pengadilan, masa kecil hingga remaja dari tokoh utamanya dan - yang cukup menarik - adalah kisah asmara sang tokoh yang “platonis” dan sang tokoh digambarkan sebagai sosok lelaki yang “hampir terlambat untuk dicintai seorang perempuan”. Kegalauan seorang aktivis pergerakan diantara perjuangan dan pengkhianatan yang silih berganti, ditambah dengan deskripsi empiris tentang kekejaman rezim otoriter serta bumbu kisah percintaan yang sedikit tetapi mengena, menjadikan buku ini layak dan wajib dibaca untuk generasi muda yang senantiasa berada di persimpangan pilihan. Berjuang untuk sesuatu yang engkau yakini benar, mungkin akan menuntunmu pada kekalahan yang sangat pahit, tapi tak lama kemudian kemenangan besar akan engkau raih jika terus konsisten pada jalan dan pilihan itu, demikian kira-kira pesan tersirat dari buku ini.
Dengan alur mundur, buku pertama ini setidaknya terbagi ke dalam tiga narasi besar, yaitu catatan dalam “peristiwa 27 Juli” hingga masa-masa persidangan di pengadilan, masa kecil hingga remaja dari tokoh utamanya dan - yang cukup menarik - adalah kisah asmara sang tokoh yang “platonis” dan sang tokoh digambarkan sebagai sosok lelaki yang “hampir terlambat untuk dicintai seorang perempuan”. Kegalauan seorang aktivis pergerakan diantara perjuangan dan pengkhianatan yang silih berganti, ditambah dengan deskripsi empiris tentang kekejaman rezim otoriter serta bumbu kisah percintaan yang sedikit tetapi mengena, menjadikan buku ini layak dan wajib dibaca untuk generasi muda yang senantiasa berada di persimpangan pilihan. Berjuang untuk sesuatu yang engkau yakini benar, mungkin akan menuntunmu pada kekalahan yang sangat pahit, tapi tak lama kemudian kemenangan besar akan engkau raih jika terus konsisten pada jalan dan pilihan itu, demikian kira-kira pesan tersirat dari buku ini.
Memang banyak buku-buku legendaris dari kalangan aktivis muda
yang pernah terbit sebelumnya, sebutlah “catatan harian seorang demonstran”-nya
Soe Hok Gie atau “pengadilan Hariman Siregar” yang selalu bisa memberikan
perspektif lain dari yang ditawarkan oleh penguasa. Buku ini juga memiliki
kekuatan yang sama untuk mengajak kita melihat suatu peristiwa politik dari
spektrum yang berbeda. Namun demikian, setiap jaman memiliki tantangannya
masing-masing. Setiap era membutuhkan jalan keluar dari masalah-masalah
spesifik yang dihadapinya. Walaupun demikian, sejarah tetaplah menjadi guru
terbaik yang tidak pernah mengeluh walaupun ia dilupakan. Lewat buku ini kita
juga diajak untuk belajar dari kisah perjalanan hidup orang-orang besar yang
tentu saja adalah idola dari penulisnya. Meskipun dalam beberapa penuturan
terkesan sangat teoritis dan cenderung seperti perkuliahan pengantar sosiologi,
tetapi memang tidak ada pilihan lain dari penulisnya selain mengutip gagasan-gagasan
besar para tokoh itu, bukan saja sebagai pengetahuan tetapi lebih dari itu
untuk membangkitkan kesadaran kita sebagai pewaris sah tanah air dan republik
ini agar terus bergerak dan tetap progresif dalam merawat serta mendewasakan
demokrasi. Source