DETAIL BUKU :
Critical Eleven
oleh: Ika Natassa
6 15 1 71 005
© Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Gedung Kompas Gramedia Blok I, Lt. 5
Jl. Palmerah Barat 29–37, Jakarta 10270
Desain sampul: Ika Natassa
Editor: Rosi L. Simamora
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
anggota IKAPI, Jakarta, 2015
RESENSI :
Dalam
dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis
di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum
landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya
terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu.
It’s when the aircraft is most vulnerable
to any danger. In a way, it’s kinda the same with meeting people. Tiga menit
pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada
delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan
ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu
ataukah justru menjadi perpisahan.
Ale dan
Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama
Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling
mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale
yakin dia menginginkan Anya. Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan
Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan
pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling
penting dalam pertemuan pertama mereka. Diceritakan bergantian dari sudut
pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita
jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.
Sudah lama saya tau sosok Mba Ika
Natassa, sejak tahun 2010 waktu saya masih di Jakarta. Waktu itu saya dan dia
satu gedung dan Mba Ika sedang terlibat sebagai project manager salah satu
initiative strategic di kantor dan ber-partner dengan teman satu unit saya. Mba
Ika cukup terkenal di kantor dan jadi salah satu andalan di unitnya, bahkan
waktu teman-teman saya yang ditempatkan di commercial banking dapat pembekalan
awal, mba Ika lah salah satu trainernya. Saya sangat paham kalau ritme
pekerjaan di kantor saya jarang ada yang pelan, apalagi kalau di Jakarta,
selain tantangan pekerjaan juga ada tantangan transportasi. Jadi saya salut
banget dengan pekerjaan yang padat Mba Ika bisa nulis buku dan tergolong
sebagai salah satu penulis yang produktif. Saya pernah baca bukunya yang
pertama dimana tokohnya adalah bankers, dan saya yakin dia mungkin tidak perlu
research terlalu banyak karena itulah yang selama ini dia alami. Pada novel ini
karakter tokoh utama nya diluar dunia perbankan. Tanya adalah seorang
management consultant, kalau dikorelasikan dengan pekerjaan dia seperti
associate di BCG atau Mc Kinsey yang saya yakin mba Ika pernah berinteraksi
dengan mereka. Ale sebagai tokoh utama pria adalah seorang petroleum engineer,
Mba Ika perlu research, makanya dia membangun karakter Ale ini sejak tahun
2013, bukunya terbit tahun 2015.
Oke…kayanya cukup ya basa basi saya
seputar Mba Ika Natassa, dan kita langsung ke resensinya. Buat kalian yang
lebih senang penasaran, lebih baik ga baca tulisan setelah ini karena mungkin
akan banyak banget spoiler. Let’s get started.
Critical Eleven bercerita mengenai
romantika Ale seorang petroleum engineer dan Anya seorang management consultant.
Kedua orang ini menurut saya tergolong tajir karena harga tiket pesawat ke luar
negeri tidak menjadi masalah buat mereka. Mungkin sebagian besar dari kita tau
kalau kedua profesi itu mempunyai gaji diatas rata-rata, jadi wajar kalau di
buku ini kehidupan mereka diceritakan tidak kurang harta (sepertinya hampir
semua novelnya Mba Ika settingnya eksekutif muda yang berduit, sama kaya
penulisnya hehehe…). Di pelajaran Bahasa Indonesia jaman sekolah diajari alur
cerita itu ada 3 macam, maju mundur dan campuran. Pada novel ini Ika Natassa
lebih banyak mengguakan yang kedua yaitu alur mundur.
Yang unik dari novel ini adalah gaya
bercerita yang berasal dari 2 sudut pandang, Ale dan Anya jadi kita bisa
menilai masing-masing karakter dari cara penuturannya.
Anya tipikal perempuan independent yang
cantik dan mempunyai postur yang mendekati sempurna, tangguh, dan lulusan luar
negeri (Georgetown), dia dibesarkan oleh orang tua yang well educated. Ayahnya
seorang diplomat dan Ibunya seorang post graduate lulusan London yang memilih
untuk mendampingi suaminya tugas ke berbagai negara. Wajak kalau bagi Anya
bepergian ke luar negeri itu hal biasa, sebiasa saya dari Surabaya pulang ke
Madiun.
Ale adalah sosok laki-laki yang ganteng,
tinggi, berkulit putih (mungkin karena dia orang Palembang), cool, macho, kaya,
pinter dan lulusan luar negeri serta berasal dari keluarga yang berada (Ayahnya
seorang Jendral). Kedua tokoh ciptaan Ika Natassa itu adalah figur impian cowok
dan cewek yang belum menikah, almost perfect itulah yang saya tangkap dari 2
karakter tersebut.
Ale dan Anya bertemu di pesawat dalam
penerbangan Jakarta-Sydney. Biasanya Anya ga pernah sebelahan sama orang keren,
tapi pada penerbangan itu dia beruntung. Seperti orang yang baru kenal, mereka
awalnya canggung tapi karena keduanya sama-sama tertarik akhirnya obrolan
menjadi lancar sampai mereka tiba di Sydney. Oya obrolan intens mereka baru
mulai 3 jam setelah pesawat take off karena si Anya ketiduran di bahu Ale.
Sebelum berpisah mereka bertukar nomor telepon tapi selama Anya di Sydney Ale
belum menghubunginya.
Ale baru menghubungi Anya ketika dia
pulang ke Jakarta. Siklus seorang engineer yang kerja di lepas pantai adalah 5
minggu kerja dan 5 minggu libur. Liburnya lama yak, tapi selama dia kerja juga
susah karena jauh dari mana-mana. Akhirnya mereka jalan bareng selama Ale
pulang dan mereka jadian.
Waktu pacaran sama Anya, ale sudah
mempersiapkan rumah untuk tempat tinggal istri dan anaknya nanti kalau dia
tinggal ke offshore, tipe cowok idaman banget kan. Rumah yang dia bangun juga
dibikin senyaman mungkin buat keluarganya, kalau dilihat dari jumlah kamar dan
fasilitas yang dimiliki, tanah yang diperlukan buat rumah itu lumayan luas
(padahal harga tanah di Jakarta sudah selangit, betapa kaya nya Ale, tapi wajar
buat seukuran petroleum engineer yang tugasnya worldwide). Pas rumahnya sudah
jadi dia beli cincin di frank & co waktu nemenin Raisa (adiknya Ale) yang
lagi hamil gede dan ngidam ke mall buat jalan dan belanja. Cincin buat propose
ke Anya punya harga yang ga main-main, katanya bisa buat DP KPR.
Ale melamar Anya di mobil waktu Ale mau
balik ke offshore (teluk Mexico), dan Anya menerimanya. Mereka pun menikah
beberapa saat setelah itu. Mereka menjalani hubungan jarak jauh waktu Ale lagi
dinas dan memanfaatkan waktu dengan optimal waktu Ale lagi off.
Jarak mereka sempat sedikit lebih dekat
waktu Anya dapat penugasan di New York. Katanya itu adalah salah satu part
terbaik pada pernikahan mereka.
Seperti layaknya pasangan suami istri
mereka merasa sangat bahagia waktu Anya akhirnya hamil anak pertama mereka.
Lebih bahagia lagi waktu anak itu berjenis kelamin laki-laki. Kayanya kalau
boleh minta, sebagian besar pasangan pengen anak pertamanya adalah laki-laki,
tapi waktu si istri sudah hamil orientasi itu perlahan pudar karena mereka
hanya ingin anaknya lahir dengan sehat dan selamat. Semua berjalan dengan baik,
Ale yang happy banget mau punya anak mendekor ulang kamar sebelah untuk anak
mereka. Dia sendiri yang turun tangan untuk mengerjakan detilnya dikala off dari
pekerjaan. Menjelang due date kamar itu selesai beserta seluruh isinya termasuk
baju buat si jabang bayi. Anya dan Ale, terutama Anya sebagaimana bumil yang
lain senang belanja baju buat anaknya sambil membayangkan si anak baju itu pas
lagi ngapain. Saking senengnya belanja (dan belanjanya di mothercare pula)
sampai baju si calon bayi ini mencapai lebih dari 100 pasang. Sepatunya juga
banyak. Pokoknya dalam urusan persiapan mereka sudah maksimal.
Tragedi datang saat menjelang due date
tiba-tiba si jabang bayi ga bergerak, padahal biasanya dia aktif banget, apagi
kalau diajak traveling atau lagi skype an sama bapaknya. Iya…si jabang bayi ini
frequent flyer, Ibunya masih dapat tugas ketika hamil walau lokasinya ga
terlalu jauh, dan so far bayi oke aja di dalam perut. Karena cemas Anya pergi
ke dokter buat periksa dan ternyata detak jantung anaknya sudah ga ada. Posisi
si bayi bagus makanya Anya direkomendasikan untuk melahirkan secara normal
dengan induksi. Wihhh serem bayangin melahirkan tapi anaknya sudah meninggal.
Pas Anya melahirkan untungnya Ale juga lagi perjalanan pulang ke Jakarta jadi
bisa mendampingi istrinya menjalani masa sulit.
Pasangan itu sangat berduka atas
kehilangan yang barusan mereka alami. Mereka berduka dengan cara yang berbeda
dan sendiri-sendiri. Anya menikmati tidur di kamar anak mereka untuk
mengenangnya. Sedangkan Ale rutin datan untuk mendoakan dan membersihkan
makamnya. Puncak robeknya rumah tangga mereka adalah waktu Ale bilang “Mungkin
Aidan (nama anak mereka) masih tetap hidup kalau Anya ga terlalu sibuk”.
Ngomongnya pelan sih…tapi bagi Ibu yang baru kehilangan anaknya itu rasanya
seperti disalahkan suami karena menjadi “pembunuh” anak sendiri. Keceplosan
ngomong begitu, Ale menyesal banget dan pengen menarik omongannya tapi Anya
sudah terlanjur sakit hati.
Ale sangat tergila-gila kepada Anya dan
rela melakukan apa saja biar Anya bahagia sekalipun dia sebenarnya keberatan.
Makanya waktu Anya bilang pengen pisah kamar dia menurutinya. Walaupun dia
sebenarnya kangen setengah mati sama kehangatan istrinya. Berbagai cara
dilakukan Ale agar Anya memaafkannya tapi tak kunjung berhasil. Anya sudah
terlanjur takut untuk percaya kepada Ale untuk yang kedua kali. Takut Ale akan
menyakitinya lebih dari yang sekarang.
Mereka agak baikan saat ulang tahun Ale
yang ke 33. Saat itu Anya disuruh pura-pura kabur oleh adiknya Ale untuk
ngerjain abangnya. Skenario itu berlangsung sangat sukses ditambah Anya yang
telat datang ke surprise party itu. Pulang dari acara tersebut mereka yang
sebenarnya sudah sama-sama kangen berdamai secara fisik dan kembali menjadi
suami istri lagi, walaupun setelah itu Anya menangis karena ternyata hatinya
berkhianat. Dia masih menginginkan Ale, seseorang yang sebenarnya ingin
dilupakannya.
Setelah malam itu Ale merasa hubungan
mereka sudah mulai membaik, tapi tidak bagi Anya. Mereka masih berkutat dengan
pemahaman masing-masing.
Pagi itu Anya ke kantor dan sesampai di
kantor dia pusing dan pingsan. Teman-teman kantor membawanya ke dokter dan dia
menjalani beberap tes. Kesimpulannya Anya lagi isi, lagi marahan tapi bisa isi
hehehe… Setelah pulang dari dokter Anya memberanikan diri ke makam Aidan, Ale
yang dikasih tau sama penjaga makam langsung nyusul ke makam, mereka akhirnya
berduka bersama. Source