Ketika telur ayam yang sudah dierami pecah, maka
keluarlah anak ayam. Ia memang kelihatan masih
lemah. Wajar saja, matanya saja baru terbuka melihat
dunia. Lihatlah kemudian, dalam waktu yang tak lama ia
akan bereaksi untuk berlindung di bawah tubuh ibunya.
Hebatnya, ia bisa langsung berjalan juga. Ajaibnya lagi,
ia bisa makan sendiri walau masih dalam bimbingan
induknya. Begitu mandirinya si anak ayam.
Itu hanyalah seekor anak ayam. Tentu saja berbeda
jauh dengan anak manusia. Seorang bayi manusia terlahir
dalam keadaan lemah, baik fi sik maupun mentalnya. Ia
belum dapat berbuat apa pun. Ia hanya diberi isyarat oleh Tuhan lewat menangis untuk mencari respons apa yang
dibutuhkannya.
Artinya, bayi masih sangat bergantung
kepada ibunya. Ia belum bisa mengandalkan kemampuan
dirinya. Ia masih membutuhkan orang lain untuk bisa
mengurus dirinya sendiri. Orang tualah yang kemudian
wajib melindungi dan membimbingnya.
Jika diibaratkan sebuah kertas, maka bayi adalah
selembar kertas yang polos dan putih. Di tangan orang
tuanyalah sang anak akan dibentuk dan akan menjadi
seperti apa ia kelak di masa mendatang. Orang tualah
yang bisa membentuk, mengarahkan, membimbing, dan
mendidik mereka.
Banyak orang yang beranggapan bahwa peran orang
tua hanya sampai pada perlindungan fi sik semata.
Sebenar nya tidaklah demikian, kita perlu pula melakukan
pembimbingan mental.
Untuk melakukan semua itu di-
bu tuh kan cara bagaimana orang tua menyayangi dan
memberi perhatian kepada bayinya. Hal itu bisa dilakukan
dengan menggendong atau mendekapnya dengan penuh
kasih. Menggendong dan mendekap bayi bukanlah hal
sepele. Dekapan atau pelukan tersebut akan berpengaruh
besar terhadap sikapnya di kemudian hari. Karena, pola
perilaku anak adalah cerminan dari sikap orang tua ter-
hadapnya.
Selayaknya orang tua memperlakukan sang buah
hati dengan penuh kasih. Perlakukanlah anak dengan
benar karena sikap tersebut akan dihayati anak dan akan
ter cermin dalam perilakunya kelak. Orang tua harus
menyadari bahwa setiap anak itu unik, tidak ada satu
pun yang sama. Mereka punya potensi, kelebihan, bakat,
dan minat yang berbeda-beda. Lihat saja ada anak yang
senang matematika, ada anak yang mahir menggambar,
ada juga yang terampil berolahraga.