INDUSTRI apakah yang harus pertama-tama dibangun di BUMN? Setelah
sebulan menduduki jabatan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
setelah mengunjungi lebih dari 30 unit usaha milik publik ini saya bertekad
untuk lebih dulu membangun industri yang satu ini: Manufacturing hope!
Industrialisasi harapan.
Itu bisa saya lakukan setelah saya berketetapan hati untuk lebih
memerankan diri sebagai seorang Chairman/CEO daripada seorang menteri.
Kepada jajaran Kementerian BUMN saya sering bergurau "lebih baik saya
seperti Chairman saja dan biarlah Wakil Menteri BUMN yang akan
memerankan diri sebagai menteri yang sebenarnya".
Sebagai Chairman/CEO Kementerian BUMN, saya akan lebih fleksibel, tidak
terlalu kaku dan tidak terlalu dibatasi oleh tembok-tembok birokrasi. Dengan
memerankan diri sebagai Chairman/CEO saya akan mempunyai daya paksa
kepada jajaran korporasi di lingkungan BUMN.
Meski begitu saya akan tetap
ingat batas-batas: seorang Chairman/CEO bukanlah seorang President
Director/CEO. Ia bisa mempunyai daya paksa tapi tidak akan ikut
melaksanakannya. Tetaplah penanggungjawab pelaksanaannya adalah
President Director/CEO di masing-masing korporasi BUMN.
Dengan peran sebagai Chairman/CEO saya tidak akan sungkan dan tidak
akan segan-segan ikut mencarikan terobosan korporasi. Ini sesuai dengan
arahan Presiden SBY bahwa menteri yang sekarang harus bisa berlari
kencang. Dengan memerankan diri sebagai Chairman/CEO saya akan bisa
memenuhi harapan itu.
Tengoklah misalnya bagaimana kita harus menghadapi persoalan hotel-hotel
BUMN kita yang ada di Bali.
Semuanya sudah berpredikat yang paling buruk.
Inna Kuta Hotel sudah menjadi yang terjelek di kawasan Pantai Kuta. Inna
Sanur (Bali Beach) sudah menjadi yang terjelek di kawasan Pantai Sanur.
Inna Nusa Dua (Putri Bali) sudah pasti menjadi yang terjelek di kawasan
Nusa Dua yang gemerlapan itu.